Kisah ini bak drama politik di layar kaca! Nama Sahabuddin, calon legislatif (caleg) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) daerah pemilihan Praya Barat-Praya Barat Daya, kini jadi sorotan publik setelah gelar sarjana ekonomi (SE) miliknya diduga palsu. Satreskrim Polres Lombok Tengah bergerak cepat, membongkar tabir dugaan pemalsuan ijazah yang mencatut nama Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT).
Fakta mengejutkan muncul: UMMAT tidak memiliki fakultas ekonomi! Sontak, dugaan pemalsuan ini membuat masyarakat bertanya-tanya, seberapa jauh permainan ini telah dirancang? Apakah ini hanya sekadar salah paham, atau memang ada upaya sistematis untuk mengecoh publik?
Polisi Naikkan Kasus ke Penyidikan
Tidak ingin membiarkan kasus ini berlarut-larut, Satreskrim Polres Lombok Tengah langsung menaikkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan. “Kami sudah mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Lombok Tengah,” ungkap Kasi Humas Polres Lombok Tengah, IPTU Lalu Brata Kusnadi, Jumat (13/12).
Lebih lanjut, IPTU Lalu Brata Kusnadi menegaskan bahwa penyidik sedang mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi penting, termasuk dari UMMAT dan operator partai. “Saksi pelapor sudah kami periksa, surat panggilan untuk pihak UMMAT dan operator partai juga sudah kami kirimkan. Kasus ini masuk pasal 263 ayat 2 dan 266 ayat 2 KUHP, ancaman hukumannya enam tahun penjara,” tambahnya.
“Adek Bae Dengan Ngelapor Arik”
Menariknya, di tengah gempuran pemberitaan, Sahabuddin tampak santai menanggapi laporan tersebut. “Adek bae dengan ngelapor arik,” ujarnya dengan nada ringan saat dikonfirmasi wartawan. Respons ini justru menambah rasa penasaran publik. Apakah Sahabuddin percaya diri karena merasa tidak bersalah, atau ini hanya bagian dari strategi politik?
Mata Publik Tertuju pada Gelar Sarjana Ekonomi
Kasus ini bukan hanya soal dugaan pemalsuan ijazah, tetapi juga menyentuh isu kepercayaan publik terhadap para pemimpin politik. Gelar sarjana ekonomi yang disematkan pada Sahabuddin ternyata memiliki konsekuensi besar, terutama jika benar digunakan untuk memuluskan langkahnya sebagai caleg.
Masyarakat Lombok Tengah kini bertanya-tanya, bagaimana seseorang bisa lolos verifikasi jika dokumen yang digunakan ternyata bermasalah? Apakah ada kelemahan dalam sistem pengawasan partai? Atau mungkin ada pihak lain yang terlibat dalam skandal ini?
Netizen Beraksi
Tak butuh waktu lama bagi netizen untuk membuat kasus ini viral. Media sosial dibanjiri meme, komentar pedas, hingga teori konspirasi yang semakin memperkeruh suasana. “Kalau gelarnya palsu, gimana kalau dia beneran jadi caleg? Apa nanti keputusannya juga abal-abal?” tulis salah satu warganet di Facebook.
Sementara itu, beberapa pihak mendesak polisi untuk mengusut kasus ini secara tuntas. “Jangan sampai ini jadi preseden buruk bagi dunia politik kita. Kalau terbukti salah, harus ada tindakan tegas!” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Masih Banyak Tanda Tanya
Meski kasus ini sudah masuk tahap penyidikan, banyak hal yang masih menjadi misteri. Siapa sebenarnya yang bertanggung jawab? Apakah ini murni perbuatan individu, atau ada pihak lain yang membantu? Dan yang paling penting, kapan polisi akan menetapkan tersangka?
Kasus ini menjadi ujian serius bagi Satreskrim Polres Lombok Tengah untuk menunjukkan komitmen mereka dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. “Kami akan gelar perkara setelah pemeriksaan saksi selesai,” kata IPTU Lalu Brata Kusnadi.
Akankah Ini Jadi Awal Kejatuhan Sahabuddin?
Seiring berjalannya waktu, kasus ini tidak hanya menjadi bahan obrolan di warung kopi, tetapi juga menjadi simbol perjuangan melawan segala bentuk kecurangan dalam politik. Jika terbukti bersalah, Sahabuddin tidak hanya kehilangan peluangnya sebagai caleg, tetapi juga mungkin menghadapi hukuman penjara yang panjang.
Bagi masyarakat Lombok Tengah, kasus ini adalah pengingat bahwa transparansi dan integritas adalah harga mati dalam memilih pemimpin. Satu hal yang pasti, cerita ini masih jauh dari selesai, dan publik akan terus menanti babak selanjutnya. Siapkan popcorn, drama politik ini baru saja dimulai!