Eks Pelabuhan Ampenan, yang selama bertahun-tahun dikenal dengan suasana kumuh dan deretan lapak PKL berterpal yang menutupi pemandangan indah sunset, kini menjadi sorotan hangat. Proyek revitalisasi kawasan ini yang menelan anggaran Rp 4,1 miliar mendekati batas waktu penyelesaian pada 21 Desember 2024. Namun, polemik tentang nasib para PKL yang sudah puluhan tahun mangkal di sana tetap menjadi isu panas.
Ketua Komisi III DPRD Kota Mataram, Abd Rachman, mengingatkan Dinas Pariwisata untuk memastikan semua PKL mendapat tempat layak di kawasan yang telah direvitalisasi. “Lokasi yang sudah ditetapkan sangat tepat, tidak ada lagi pedagang di depan bibir pantai. Kami berharap tidak ada lagi protes, semua pedagang harus diakomodasi,” tegasnya, Sabtu (14/12).
Polemik Terpal yang Menyakitkan Sunset Lovers
Kawasan eks Pelabuhan Ampenan, yang menjadi destinasi favorit menikmati sunset, selama ini dipenuhi lapak-lapak dengan terpal seadanya. Kondisi ini, menurut Rachman, membuat pengunjung merasa terganggu. “Banyak warga yang datang ingin menikmati sunset malah terhalang oleh terpal. Ini menjadi tugas besar kita agar semua terasa nyaman,” sambungnya.
Revitalisasi yang sedang berlangsung kini menjanjikan perubahan besar. Beberapa waktu lalu, sidak dilakukan dan hasilnya proyek ini mendapatkan “warning keras” dari DPRD. Beberapa item pekerjaan, termasuk lapak PKL, masih belum tuntas. “Kontraktor harus lebih gesit, jangan sampai molor. Kalau molor, ada sanksi denda,” kata Rachman dengan nada serius.
PKL, Revitalisasi, dan Harapan Baru
Dinas Pariwisata Kota Mataram memastikan 32 lapak PKL telah disiapkan. Kepala Dinas Pariwisata, Cahya Samudra, menjelaskan bahwa sejak awal proyek, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan pendataan terhadap para pedagang setempat. “Kami sudah diskusi dengan mereka sejak awal. Jumlah lapak sesuai data pedagang,” ujarnya.
Namun, pertanyaan besar muncul: apakah semua PKL benar-benar terakomodasi? Beberapa pedagang mengaku khawatir tidak mendapatkan tempat di lokasi baru. “Kami hanya ingin tempat yang layak. Jangan sampai kami yang sudah lama di sini justru tidak kebagian,” ungkap seorang PKL yang enggan disebutkan namanya.
Revitalisasi atau Relokasi?
Proyek revitalisasi eks pelabuhan Ampenan menjadi salah satu kebijakan besar yang diharapkan mampu mengangkat perekonomian masyarakat sekitar. Dengan waktu pengerjaan tinggal enam hari, tekanan terhadap kontraktor CV Total Karya Utama meningkat. Beberapa fasilitas seperti lapak PKL di sebelah barat menjadi fokus utama yang harus segera diselesaikan.
Namun, revitalisasi ini juga mengundang pertanyaan kritis: apakah relokasi ini benar-benar solusi atau justru akan meminggirkan PKL lama? Rachman menekankan pentingnya komunikasi antara pemerintah dan PKL agar tidak terjadi protes yang berlarut-larut.
Kawasan Baru, Harapan Baru
Jika revitalisasi selesai tepat waktu, eks pelabuhan Ampenan akan menjadi ikon baru Kota Mataram. Dengan suasana yang lebih tertata, tanpa terpal menghalangi, warga bisa menikmati sunset dengan nyaman. Namun, tanpa penyelesaian polemik PKL, proyek ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah kota.
Apakah revitalisasi eks pelabuhan Ampenan akan membawa perubahan positif atau justru memicu protes lanjutan dari PKL? Publik menanti hasilnya dengan harapan besar, sementara pemerintah dan kontraktor berpacu dengan waktu.
Sunset di Ampenan memang indah, tapi polemik PKL yang tak selesai bisa jadi awan mendung yang menutupi keindahan itu. Mari kita tunggu, apakah semua akan tertata seperti yang dijanjikan, atau kita akan mendengar kisah baru tentang terpal yang berpindah tempat?