Dalam kancah politik NTB, nama Lalu Muhammad Iqbal kini mencuat sebagai sosok fenomenal. Baru saja meraih suara terbanyak dalam Pilkada NTB, ia langsung mencuri perhatian publik dengan serangkaian langkah politik yang, jika kita tarik garis, seperti “mendahului takdir”. Mulai dari pertemuan dengan menteri-menteri Kabinet Merah Putih hingga silaturahmi dengan Presiden Prabowo Subianto, langkah Iqbal ini bak memainkan orkestra politik sebelum dirilisnya partitur resmi dari KPU NTB.
Namun, apakah ini tanda kedewasaan politik atau justru strategi penuh risiko? Menurut pengamat politik NTB, Dr. Alfisyahrin, ini adalah “semiotika politik yang berani, tapi juga menggoda perdebatan”.
Etika Politik atau Agenda Besar?
“Secara etika politik, seharusnya Lalu Iqbal menunggu penetapan resmi dari KPU NTB dan pelantikan sebagai gubernur. Hal ini penting sebagai bentuk penghormatan terhadap konstitusi kita,” ujar Alfisyahrin dengan nada hati-hati, seperti seorang dosen yang sedang memberi nasihat kepada muridnya.
Namun, Alfisyahrin juga memahami sisi lain dari langkah Iqbal. Baginya, ini bukan hanya soal “melanggar etika” melainkan strategi untuk menunjukkan bahwa Iqbal bukan sekadar politisi lokal, melainkan aktor nasional yang siap membawa NTB ke panggung besar. “Langkah ini menegaskan kapasitasnya sebagai seorang politisi yang punya kemampuan diplomasi ulung,” imbuhnya.
Restu Prabowo dan Status ‘Anak Emas’
Pertemuan dengan Presiden Prabowo di Istana Negara pada Sabtu (14/12) lalu menjadi puncak dari rangkaian langkah Iqbal. Dalam pertemuan tersebut, Iqbal disebut meminta restu sekaligus dukungan untuk mewujudkan visi NTB Makmur Mendunia. Ia bahkan membawa laporan progres pembangunan dua bendungan strategis, termasuk Bendungan Meninting yang diharapkan selesai awal tahun depan.
“Pertemuan ini bukan sekadar silaturahmi. Ini adalah sinyal kuat bahwa Iqbal telah mendapatkan restu dari Presiden Prabowo sebagai anak emas Gerindra di NTB,” ungkap Alfisyahrin. Menurutnya, langkah ini juga bagian dari upaya Gerindra menjadikan NTB sebagai ikon kekuatan partai.
Politisi Kilat atau Visioner?
Di mata publik, langkah Iqbal dianggap seperti politisi kilat. Baru saja diumumkan sebagai peraih suara terbanyak, ia sudah berlari kencang dengan agenda besar, bahkan sebelum dilantik. “Waktu lima tahun itu singkat. Tidak perlu menunggu dilantik untuk mulai kerja,” ujar Iqbal dalam keterangannya. Ia menegaskan, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, seorang gubernur harus sejak dini melakukan sinkronisasi program dengan pimpinan nasional.
Pernyataan ini mungkin terlihat pragmatis, tetapi mengundang tanya: apakah ini langkah visioner atau justru “tergesa-gesa”?
Respons Publik: Banjir Dukungan dan Kritikan
Di media sosial, respons atas langkah Iqbal ini terbagi tajam. Para pendukungnya memuji keberanian dan gaya politik progresifnya. “Iqbal adalah sosok pemimpin yang tidak hanya berpikir untuk NTB hari ini, tapi untuk masa depan,” tulis seorang pengguna Twitter.
Namun, kritik juga mengalir deras. “Semestinya hormati dulu proses demokrasi. Tunggu penetapan resmi dari KPU,” ujar seorang warganet lainnya, menyentil sikap Iqbal yang dinilai terlalu percaya diri.
Politik Simbolik: NTB Ikon Gerindra
Alfisyahrin menilai langkah Iqbal bukan hanya untuk konsolidasi internal, tetapi juga memperkuat posisi Gerindra di NTB. “NTB bisa menjadi ikon partai. Langkah Iqbal adalah semiotika politik yang cerdas. Ia sedang menunjukkan bahwa dirinya adalah representasi pemerintah pusat,” kata Alfisyahrin. Menurutnya, dengan dukungan penuh Prabowo, NTB bisa menjadi basis kekuatan Gerindra untuk agenda politik nasional di masa depan.
Ambisi Besar di Tengah Kritik
Meski menuai kontroversi, Lalu Iqbal tampaknya tidak gentar. Dengan membawa visi besar NTB Makmur Mendunia, ia terus melaju seperti kereta ekspres yang tidak mengenal stasiun pemberhentian. Pertemuan dengan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi hingga pembahasan program makan bergizi gratis menjadi bukti bahwa ia ingin memastikan setiap langkahnya selaras dengan visi nasional.
Apakah strategi ini akan membawa NTB ke puncak kejayaan atau justru menyisakan tanda tanya besar? Waktu yang akan menjawab, sementara Iqbal terus memegang kendali atas narasi yang ia bangun sendiri.