Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kabid SMK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Ahmad Muslim, menyisakan tanda tanya besar. Betulkah dia pemain tunggal dalam penerimaan uang Rp 50 juta dari kontraktor? Atau ini hanya ujung benang dari kusutnya praktik gratifikasi di lingkungan Dinas Dikbud NTB?
Anggota Komisi III DPRD NTB, M Aminurlah, dengan lantang meminta polisi untuk menggali lebih dalam. Tidak cukup hanya berhenti di Muslim, pria yang akrab disapa Maman ini curiga ada pihak-pihak lain yang turut bermain. “Dalam birokrasi ini, tidak mungkin bawahan berani tanpa arahan dari atasannya. Polisi harus telusuri juga peran Kepala Dinas Dikbud NTB, Aidy Furqan, dan oknum-oknum lain,” tegas Maman kepada wartawan kemarin.
Politisi PAN ini bahkan tak segan menuding ada drama dalam pernyataan Kadis Dikbud NTB yang mengaku syok dan malu atas peristiwa OTT ini. “Nggak usah drama lah. Rakyat sudah capek lihat sandiwara. Yang dibutuhkan sekarang, bongkar sampai ke akar-akarnya,” cetus Maman blak-blakan.
Proyek DAK yang Berantakan
Maman mengungkapkan fakta mengejutkan. Hampir semua proyek sekolah yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK) di NTB tidak tuntas hingga sekarang. Fondasi yang masih setengah jadi, ruang kelas yang dibongkar tapi belum diperbaiki, semua ini mencerminkan carut marutnya pengelolaan proyek.
“Masalahnya berawal dari penunjukan kontraktor yang amburadul. Proyek ini seperti bancakan. Akhirnya progres di lapangan tersendat-sendat. Tidak mungkin di lapangan berantakan, kalau dari awalnya bersih,” katanya, geram.
Ia mendesak, jika pembangunan proyek fisik DAK tak selesai pada Desember ini, maka Kadis Dikbud NTB harus dicopot dari jabatannya. “Jangan main-main dengan pendidikan. Kalau nggak bisa kerja, mundur saja.”
Kontraktor Bicara: Dugaan Lebih Parah di Proyek SMA
Tak hanya Maman, seorang kontraktor senior, Salman, ikut angkat bicara. Menurutnya, kasus OTT Kabid SMK ini justru hanya “mainan kecil” jika dibandingkan dengan dugaan korupsi yang lebih besar di proyek DAK Bidang SMA.
“Ini baru satu amplop. Yang lebih parah ada di proyek SMA. Banyak kontraktor berteriak diminta setoran, tapi proyeknya nggak dikasih. Ini sudah jadi rahasia umum di kalangan kontraktor lokal,” ujar Salman, yang juga advokat dan anggota Gapensi NTB.
Dia menduga ada praktik “jual-beli proyek” yang dilakukan oknum-oknum di Dikbud. Bahkan kontraktor lokal banyak yang tersingkir karena lebih kritis dan paham aturan. “Mereka sengaja main aman, nggak libatkan kontraktor senior. Yang kerja malah orang pinjam bendera. Dua orang bisa garap proyek satu kabupaten. Aneh nggak tuh?” sentil Salman dengan nada tajam.
Polisi Diminta Bongkar Dalang Besar
Salman tak main-main dalam memberikan peringatan. Ia mendesak Kejaksaan Tinggi NTB agar ikut turun tangan. Menurutnya, aparat hukum jangan hanya sibuk menangkap ikan kecil, tapi membiarkan hiu-hiu besar bebas berenang.
“Kejati jangan kalah sama Polresta Mataram. Ini waktunya tunjukkan taring. Kasus ini harus dibongkar sampai ke otak pelakunya, bukan cuma eksekutornya. Jangan sampai kasus kecil ini justru menutupi kasus yang lebih besar,” tantangnya.
Publik Menunggu: Akankah Ada Kejutan?
Kasus ini kini jadi perbincangan panas di NTB. Publik pun bertanya-tanya: siapa dalang sebenarnya? Apakah ini hanya “korban” dari sistem rusak yang sudah lama menggurita di Dikbud NTB?
“Ini bukan soal Rp 50 juta. Ini tentang rusaknya kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana pendidikan. Kalau dibiarkan, siapa yang dirugikan? Ya anak-anak kita, generasi masa depan,” kata Maman.
Selama ini, penanganan proyek fisik pendidikan yang dibiayai DAK memang selalu mendapat sorotan. Akankah OTT ini menjadi awal dari terkuaknya gurita korupsi di Dinas Dikbud NTB? Atau akan berakhir seperti biasa, kasus senyap dan dalang bebas tertawa?
Jawabannya kini ada di tangan aparat penegak hukum. Apakah mereka berani membongkar semua pemain hingga ke puncaknya? Kita tunggu saja. Tapi satu yang pasti, kasus ini tak akan berhenti hanya di meja Ahmad Muslim. Rakyat butuh jawaban lebih besar dari sekadar tangkap tangan receh