Segmen pendidikan di Kabupaten Lombok Timur kembali menjadi sorotan tajam. Tingginya angka Anak Tidak Sekolah (ATS) yang mencapai 21 ribu jiwa menjadi tantangan serius dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur, Izzudin, mengungkapkan bahwa angka ini berdampak besar pada rata-rata lama sekolah (RLS) yang hanya mencapai 7,36 tahun, jauh di bawah harapan lama sekolah (HLS) yang berada di angka 14,07 tahun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Krisis pendidikan ini menjadi ancaman nyata bagi masa depan Lombok Timur,” ujar Izzudin dalam sebuah wawancara eksklusif. Ia menjelaskan bahwa persoalan ini tidak hanya berdampak pada pendidikan, tetapi juga kualitas sumber daya manusia (SDM) di wilayah tersebut. “Tanpa langkah konkret, ini akan terus membelenggu potensi daerah,” tegasnya.
Faktor Utama: Migrasi dan Minimnya Dukungan Orang Tua
Salah satu penyebab utama tingginya ATS adalah orang tua yang bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). “Anak-anak ini kehilangan dukungan langsung dari orang tua dalam melanjutkan pendidikan,” papar Izzudin. Selain itu, kondisi ekonomi keluarga yang sulit juga memperparah situasi, memaksa banyak anak untuk putus sekolah demi membantu perekonomian rumah tangga.
Meskipun demikian, Izzudin mengapresiasi keberhasilan program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang telah membantu menekan angka ATS dari 23 ribu menjadi 21 ribu anak. “Ini adalah langkah kecil menuju perubahan besar, namun masih banyak yang harus dilakukan,” tambahnya.
Langkah Strategis: Pendidikan Kesetaraan dan Kolaborasi Multi-Pihak
Dinas Pendidikan Lombok Timur telah menyusun berbagai rencana strategis untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah memperluas cakupan pendidikan kesetaraan melalui PKBM. “Insya Allah, tahun anggaran 2025 kami akan mengalokasikan anggaran khusus untuk program ini,” kata Izzudin. Selain itu, keterlibatan kader desa menjadi bagian dari strategi percepatan penurunan ATS.
Untuk memperkuat langkah tersebut, Dinas Pendidikan juga menggandeng Kementerian Agama (Kemenag) guna melakukan validasi dan verifikasi data ATS secara menyeluruh. “Kami perlu memastikan data yang akurat agar solusi yang dirancang benar-benar efektif,” imbuhnya. Kolaborasi ini diharapkan dapat menjangkau anak-anak di komunitas terpencil yang selama ini sulit diakses.
Tantangan Besar: Meningkatkan Kesadaran dan Akses
Namun, upaya ini tidak tanpa tantangan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih rendah di beberapa daerah. Banyak orang tua yang memprioritaskan pekerjaan dibandingkan pendidikan anak. Di sisi lain, fasilitas pendidikan di wilayah pelosok juga masih minim, membuat akses pendidikan dasar menjadi sulit dijangkau.
“Ini adalah tugas bersama. Tidak mungkin pemerintah bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dari masyarakat, LSM, dan sektor swasta,” ujar Izzudin.
Harapan Masa Depan: Meningkatkan IPM Lombok Timur
Melalui langkah-langkah strategis ini, Izzudin berharap angka ATS dapat ditekan secara signifikan dalam beberapa tahun mendatang. “Kami ingin memastikan setiap anak di Lombok Timur mendapatkan hak mereka untuk belajar,” ungkapnya penuh harap. Ia juga optimis bahwa peningkatan akses pendidikan akan berdampak langsung pada kenaikan IPM dan kualitas SDM daerah.
“Langkah nyata, sinergi, dan komitmen semua pihak adalah kunci. Kita tidak boleh berhenti hingga masalah ini tuntas,” tutupnya dengan tegas.
Tingginya angka ATS di Lombok Timur menjadi sinyal bahaya bagi generasi mendatang. Kolaborasi lintas sektor dan dedikasi penuh dari seluruh elemen masyarakat diharapkan dapat menjadi solusi untuk membawa Lombok Timur keluar dari krisis pendidikan yang membelenggu.