Pilkada Kota Mataram 2024 menjadi ajang demokrasi yang panas, namun diwarnai dengan meningkatnya angka golongan putih (golput) yang mencatatkan rekor tertinggi. Tren partisipasi pemilih yang terus menurun ini menjadi sorotan publik dan kritik tajam terhadap penyelenggara pemilu.
Berdasarkan data yang dihimpun Radar Lombok, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 27 November hanya mencapai 61,42 persen dari total DPT sebanyak 320.604 orang. Sebanyak 123.634 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya, meningkat drastis dibandingkan 98.842 golput pada Pilkada 2020. Kondisi ini mengindikasikan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu.
Pertarungan politik antara pasangan nomor urut 1, HL Aria Dharma-Weis Qurnain (AQUR), melawan petahana nomor urut 2, H Mohan Roliskana-TGH Mujiburrahman (HARUM), menjadi sengit. Meski pasangan HARUM dinyatakan unggul dengan raihan 113.027 suara (56,7 persen), pasangan AQUR memberikan perlawanan signifikan dengan 88.748 suara (43,3 persen). Perbedaan 24.279 suara menegaskan bahwa pertarungan ini tidak semudah yang diprediksi.
“Kami telah mengawal proses hingga ke tingkat pleno kecamatan,” ujar Ketua DPW PPP NTB, H Muzihir. Sebelumnya, tabulasi data internal PPP sempat menunjukkan AQUR unggul tipis dengan 50,28 persen. Namun, data Desk Pemilu Kota Mataram mengonfirmasi kemenangan HARUM.
Kritik utama datang dari angka golput yang terus meningkat. Ketua KPUD Kota Mataram, Edy Putrawan, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi mendalam terkait rendahnya partisipasi pemilih. “Angka partisipasi baru akan final setelah pleno di seluruh kecamatan selesai,” katanya.
Faktor rendahnya partisipasi pemilih dinilai karena ketidakpuasan publik yang sulit dikonversi menjadi dukungan elektoral. “Meski survei kepuasan publik HARUM di atas 80 persen, hasilnya tak sejalan dengan suara yang diperoleh,” ujar Ketua Desk Pemilu Kota Mataram, Lalu Martawang.
Sementara itu, kritik terhadap strategi kampanye dan penyelenggaraan pemilu terus bermunculan. Para pengamat politik menilai bahwa penyelenggara pemilu gagal menciptakan suasana demokrasi yang inklusif. “Meningkatnya angka golput adalah sinyal bahaya bagi kualitas demokrasi kita,” ungkap pengamat politik lokal, Dr. Suryawan.
Hasil akhir Pilkada Kota Mataram menunjukkan bahwa HARUM berhasil mempertahankan kursi, namun dengan tantangan besar untuk memperbaiki citra politik dan mendorong partisipasi publik di masa mendatang. Tingginya angka golput menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan untuk memastikan demokrasi tetap hidup di Kota Mataram.