Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan IWAS alias Agus memasuki babak baru. Meski saat ini masih menjadi tahanan rumah, masa kebebasan IWAS tampaknya tinggal menghitung hari. Penyidik Polda NTB dan jaksa Kejati NTB tengah menyiapkan langkah tegas: menahan tersangka di Rumah Tahanan (Rutan) atau Lapas Kelas IIA Lombok Barat. Pernyataan Kajati NTB, Enen Saribanon, menegaskan bahwa lapas telah siap mengakomodasi kebutuhan khusus penyandang disabilitas seperti Agus.
“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak lapas terkait penempatan tersangka. Insya Allah, lapas pun siap menyiapkan fasilitas khusus bagi IWAS atau penyandang disabilitas yang melakukan tindak pidana,” ujar Enen, membuka pernyataan yang membuat kasus ini semakin disorot publik.
Lapas dengan Fasilitas Khusus: Bukti Perlakuan Setara
Di tengah isu panas ini, ada secercah harapan bahwa hukum akan berjalan adil, termasuk bagi penyandang disabilitas. Menurut Kajati, pedoman Jaksa Agung Nomor 2 Tahun 2023 telah menjadi panduan penting dalam menangani perkara yang melibatkan penyandang disabilitas. “Hak mereka tetap kami perhatikan. Bahkan di lapas nanti, ada fasilitas seperti toilet khusus dan antrean makan terpisah dari warga binaan lainnya,” paparnya.
Namun, pertanyaan besar masih menggantung: apakah IWAS benar-benar akan mendekam di balik jeruji? Ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara sesuai Pasal 6 Huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) jelas membayangi. Jika terbukti bahwa aksi bejatnya dilakukan berulang kali, ancaman hukuman bisa menjadi lebih berat.
Korban Menanti Keadilan
Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan karena melibatkan penyandang disabilitas, tetapi juga karena dampaknya yang begitu besar terhadap korban. Publik menuntut keadilan secepatnya, terutama bagi korban yang harus menanggung trauma mendalam akibat tindakan IWAS.
Sementara itu, pihak kejaksaan tampaknya masih belum puas dengan kelengkapan berkas yang dilimpahkan oleh penyidik Polda NTB. “Masih ada beberapa berkas yang perlu dilengkapi. Kami ingin memastikan semuanya sesuai prosedur sebelum langkah hukum selanjutnya diambil,” jelas Enen.
Respons Lapas: Siap atau Tidak?
Lapas Kelas IIA Lombok Barat kini menjadi sorotan. Kesediaan mereka menyediakan fasilitas khusus untuk IWAS dinilai sebagai langkah maju dalam penegakan hak penyandang disabilitas. Namun, kritik muncul dari beberapa pihak yang mempertanyakan apakah hal ini akan menjadi preseden untuk “memanjakan” pelaku kejahatan tertentu.
“Saya sudah bertemu Kanwil Kemenkumham NTB, mereka siap memberikan tempat khusus. Tapi tentu saja, keadilan tetap menjadi prioritas utama,” kata Enen menegaskan.
Hukuman Berat atau Kelonggaran?
Publik Lombok kini hanya bisa menanti keputusan besar: apakah IWAS akan segera ditahan atau masih ada “jalan panjang” menuju keadilan? Apalagi, ancaman hukuman 12 tahun menjadi perhatian utama. Dengan bukti yang semakin kuat, tidak menutup kemungkinan hukuman berat akan dijatuhkan.
“Kalau kita lihat ancaman hukumannya, ini cukup serius. Apalagi jika terbukti ada perbuatan yang berulang, hukumannya bisa lebih berat lagi,” tandas Enen.
Netizen Menggugat
Di jagat maya, kasus ini telah memantik berbagai reaksi. Sebagian besar warganet mendukung langkah tegas kejaksaan dan berharap pelaku segera ditahan. Namun, ada juga yang mempertanyakan lambatnya proses hukum.
“Kenapa harus menunggu lama? Kalau memang bukti sudah cukup, kenapa tidak segera ditahan saja?” tulis salah satu komentar yang viral di media sosial.
Epilog
Kasus IWAS alias Agus telah menjadi gambaran bagaimana sistem hukum kita berjuang menyeimbangkan antara keadilan dan hak asasi manusia. Dengan ancaman hukuman berat dan kesiapan fasilitas lapas, babak akhir kasus ini mungkin sudah di depan mata. Namun, satu hal yang pasti: masyarakat Lombok menunggu keadilan, bukan sekadar janji.