Gelaran akbar MotoGP 2024 di Pertamina Mandalika International Circuit kembali mencuri perhatian, bukan hanya karena deru motor para pembalap kelas dunia, tapi juga angka fantastis di balik layar: Rp 231,29 miliar. Ya, itulah total biaya hosting fee yang diklaim sudah lunas dibayarkan kepada Dorna, pemilik resmi event MotoGP. Namun, bukannya lega, publik justru bertanya-tanya, “Dari mana uang sebanyak itu datang?”
Priandhi Satria, Direktur Utama Mandalika Grand Prix Association (MGPA), tampak santai saat menjelaskan bahwa pembayaran tersebut “tidak ada masalah sama sekali.” Namun, nada santainya ini seperti bensin yang memicu api di ruang diskusi publik. “Tidak ada masalah, jadi kenapa tidak transparan?” sergah salah seorang netizen yang ikut mengomentari pernyataan tersebut di media sosial.
ITDC vs MGPA: Siapa yang Sebenarnya Membayar?
Menurut Priandhi, MGPA hanya bertugas mengelola sirkuit dan menyelenggarakan event MotoGP, sedangkan urusan hosting fee adalah ranah Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). “Hubungan kami dengan Dorna sebatas teknis balapan,” jelasnya. Namun, alih-alih menjawab tuntas, komentar ini justru membuka spekulasi baru. Kalau bukan MGPA yang membayar, lalu ITDC dapat dana dari mana? Apakah sepenuhnya dari sponsor, atau ada suntikan dana pemerintah?
Banyak yang menyoroti betapa besarnya angka Rp 231,29 miliar. Untuk konteks, dana ini setara dengan membangun puluhan sekolah atau puskesmas di daerah-daerah terpencil. Tidak sedikit yang mempertanyakan apakah investasi sebesar ini benar-benar memberikan manfaat sepadan bagi rakyat Indonesia, khususnya warga NTB.
MotoGP 2024, yang Paling Sukses?
Priandhi menyebut MotoGP 2024 akan menjadi ajang tersukses dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pelayanan terhadap pembalap, tim, fasilitas balapan, hingga kenyamanan penonton terus ditingkatkan. Namun, kenyamanan itu tidak murah. Dari harga tiket yang dianggap “mencekik” hingga biaya akomodasi yang melambung tinggi, tak sedikit warga lokal yang mengeluhkan event ini hanya menguntungkan segelintir pihak.
“Ajang MotoGP memang milik Indonesia, tapi yang menikmati siapa?” kritik seorang pengamat lokal di Lombok. Meski pemerintah berulang kali menegaskan dampak positif MotoGP terhadap perekonomian lokal, kenyataannya masih banyak pelaku usaha kecil yang merasa tidak kebagian kue manis ini.
Efek Domino atau Efek Domino QQ?
MGPA optimistis bahwa gelaran ini akan membawa multiplier effect yang besar. Dari sektor pariwisata hingga pemberitaan internasional, semua akan menguntungkan Indonesia, katanya. Namun, fakta di lapangan seringkali tidak semanis narasi ini. Homestay-homestay kecil di sekitar Mandalika misalnya, banyak yang mengeluhkan minimnya tamu, sementara hotel besar milik korporasi justru full-booked jauh hari.
“Apa ini yang disebut multiplier effect?” tanya seorang pemilik homestay di Kuta Mandalika. Ia mengaku tahun lalu tidak mendapatkan banyak tamu selama MotoGP, meskipun kawasan Mandalika dibanjiri ribuan orang.
Transparansi atau Misteri?
Yang membuat publik tidak puas adalah minimnya transparansi. Jika memang hosting fee ini sudah lunas, mengapa rincian pembiayaan tidak dibuka? Apakah pemerintah daerah atau APBN ikut andil? Mengingat besarnya dana ini, wajar jika publik ingin tahu lebih jauh.
“Kami hanya ingin memastikan bahwa dana sebesar itu benar-benar memberikan manfaat nyata, bukan hanya untuk seremonial atau kepentingan pihak tertentu,” ujar seorang aktivis lokal NTB.
MotoGP 2025: Apa yang Harus Berubah?
Saat ini, MGPA dan ITDC sudah mulai berdiskusi dengan Dorna untuk gelaran MotoGP 2025. Priandhi berjanji bahwa event tahun depan akan lebih efisien dan lebih baik. Namun, publik berharap, “lebih baik” bukan hanya di atas kertas atau dalam laporan resmi, melainkan benar-benar terasa bagi masyarakat lokal.
Ajang sebesar MotoGP memang bisa menjadi kebanggaan nasional, tapi tanpa transparansi dan inklusivitas, ia berisiko menjadi bahan kritik tajam. Dan kritik tajam itulah yang sedang ramai dibicarakan, baik di warung kopi lokal Lombok maupun di kolom komentar media sosial.
Kesimpulan: “Ajang Milik Bangsa atau Milik Korporasi?”
MotoGP 2024 di Mandalika tentu menjadi sorotan dunia, tapi pertanyaan yang masih menggantung adalah, siapa yang sebenarnya paling diuntungkan? Apakah hanya para pembalap dan penonton VIP, atau benar-benar seluruh masyarakat Indonesia?
Di balik riuhnya deru mesin balap, suara-suara kritis ini tidak boleh diabaikan. Karena pada akhirnya, yang membuat sebuah ajang benar-benar besar adalah manfaatnya yang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya headline dan angka fantastis di balik layar.