Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kini menghadapi kenyataan pahit. Angka ekspor dan impor yang biasanya menjadi kebanggaan daerah ini tercatat mengalami penurunan tajam pada November 2024. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin, mengungkapkan laporan mengejutkan ini dalam konferensi pers pada Senin (16/12), dan menyebut situasi ini sebagai tanda peringatan serius bagi perekonomian lokal.
Ekspor Anjlok 94,71 Persen!
Mari kita mulai dari angka yang bikin dada sesak: ekspor NTB pada November 2024 hanya mencapai US$ 5,56 juta, merosot tajam sebesar -94,71 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Bahkan jika dibandingkan dengan November tahun lalu, penurunannya mencapai angka mengejutkan -97,78 persen. Sebuah pertanyaan besar pun muncul: apa yang salah dengan mesin ekspor kita?
Ternyata, sebagian besar ekspor NTB pada bulan itu mengalir ke Amerika Serikat (48,14 persen), disusul Vietnam (20,84 persen), dan China (10,88 persen). Namun, tak cukup hanya melihat negara tujuan, komoditas andalan seperti ikan dan udang yang biasanya menjadi penyelamat ekonomi, hanya mampu menyumbang US$ 2,87 juta atau 51,67 persen dari total ekspor. Selebihnya adalah buah-buahan, perhiasan/permata, hingga garam yang kontribusinya jauh dari harapan.
Impor Tak Kalah Suram
Jika ekspor terjun bebas, impor pun tak mau kalah. Pada November 2024, impor NTB tercatat hanya US$ 12,56 juta, turun 58,40 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini menggambarkan konsumsi bahan baku dan barang modal yang lesu, yang dapat menjadi cerminan aktivitas produksi di sektor industri.
Jepang mendominasi asal impor NTB dengan kontribusi 47,76 persen, disusul Amerika Serikat (18,53 persen) dan Australia (10,64 persen). Barang-barang impor utama meliputi karet dan produk dari karet (47,84 persen), mesin-mesin mekanik (31,66 persen), dan bahan bakar mineral (9,03 persen). Fakta ini seolah memberi sinyal kuat bahwa perekonomian NTB sedang kehilangan daya dorong.
Dampak dan Pertanyaan Besar
Penurunan ekspor dan impor bukan hanya persoalan angka. Ini adalah cerminan masalah yang lebih dalam. Lesunya ekspor dapat menekan pendapatan daerah, mengurangi arus kas bagi para pelaku usaha, hingga berujung pada pengurangan tenaga kerja. Di sisi lain, penurunan impor bahan baku dan barang modal dapat memicu stagnasi produksi lokal.
Sektor perikanan yang menjadi tulang punggung NTB tampaknya perlu perhatian khusus. Meski ikan dan udang masih menjadi penyumbang utama ekspor, angka yang turun drastis mengindikasikan adanya hambatan besar, baik dari segi produksi maupun akses pasar.
NTB, Bangkit atau Terpuruk?
Melihat data ini, masyarakat NTB mungkin bertanya: apa yang sedang dilakukan pemerintah untuk mengatasi situasi ini? Apakah kebijakan perdagangan internasional kita terlalu rapuh? Ataukah ada faktor eksternal yang menggerogoti daya saing daerah ini?
Ke depan, penting bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk duduk bersama dan mencari solusi jangka panjang. Diversifikasi produk ekspor, penguatan industri lokal, hingga perbaikan akses logistik bisa menjadi langkah strategis. Karena jika tren ini terus berlanjut, bukan hanya angka-angka statistik yang terpuruk, tetapi juga harapan ekonomi NTB sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Indonesia.
Jadi, sudah saatnya kita bertanya: apa langkah konkret yang akan diambil untuk mengubah keadaan? Atau apakah kita hanya akan jadi penonton dalam cerita kejatuhan ekonomi lokal ini?