banner 728x250
Berita  

Perundungan Brutal di SMPN 1 Keruak, Bukti Mengerikan Pendidikan Kita Butuh Perombakan!

banner 120x600
banner 468x60

Media sosial kembali gempar! Sebuah video mengerikan yang merekam aksi kekerasan di sebuah ruang kelas SMPN 1 Keruak, Lombok Timur, viral dan memicu kemarahan publik. Video ini memperlihatkan seorang siswi yang menjadi korban kekerasan fisik oleh teman-teman sebayanya. Apa yang terjadi di balik tembok sekolah hingga tindakan seperti ini bisa terjadi?

Dari Sindiran Menuju Kekerasan
Insiden bermula dari hal yang tampaknya sepele: sebuah sindiran tentang penampilan fisik korban. Namun, alih-alih berakhir dengan saling pengertian, reaksi santun korban justru menyulut emosi para pelaku. Mereka, yang seharusnya menjadi rekan belajar, malah berubah menjadi kelompok agresor di dalam kelas. Ironi dunia pendidikan!

banner 325x300

Kepala SMPN 1 Keruak, Anwar, membenarkan kejadian tersebut. “Ini terjadi di dalam kelas, antara teman-teman sendiri,” ujar Anwar pada Senin (16/12). Kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan, melibatkan pihak keluarga, sekolah, dan kepolisian. Tapi, apakah benar masalah selesai hanya dengan “permohonan maaf” dan pendampingan psikologis? Publik mempertanyakan, di mana letak keadilan bagi korban?

Video Viral dan Tudingan Miring
Masyarakat yang menyaksikan video viral ini tak hanya marah, tetapi juga mendesak agar kasus seperti ini tidak dianggap enteng. “Kok bisa sekolah jadi tempat anak-anak kita dirundung hingga fisik mereka tersakiti? Ini harus jadi pembelajaran nasional,” tulis salah satu netizen di kolom komentar. Namun, bukan hanya video yang jadi sorotan, muncul isu bahwa sekolah diduga menekan korban untuk meminta maaf kepada pelaku.

Kepala sekolah tegas membantah tuduhan itu. “Kami tidak pernah menekan korban untuk minta maaf. Ini hanya langkah untuk memastikan masalah selesai dengan baik,” ujar Anwar. Tapi, publik tetap skeptis. Benarkah tidak ada tekanan? Atau ini hanya cara lain untuk menyelamatkan nama baik sekolah?

Pendampingan atau Pengabaian?
Pihak Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) Lombok Timur sudah turun tangan. Pendampingan psikologis diberikan kepada korban dan pelaku. “Saat ini fokus kami memulihkan kondisi psikologis mereka,” ungkap H. Ahmat, Kepala DP3AKB Lotim. Namun, publik bertanya-tanya, sejauh mana langkah ini bisa mencegah insiden serupa di masa depan?

Apa yang Salah dengan Sistem Kita?
Kasus ini hanya puncak gunung es dari banyaknya insiden perundungan di sekolah. Apakah pendidikan moral diabaikan demi mengejar nilai akademis? Atau lingkungan pendidikan kita sudah kehilangan rasa empati? Publik mendesak Kementerian Pendidikan untuk segera bertindak. Perombakan besar diperlukan agar sekolah benar-benar menjadi tempat yang aman dan mendidik, bukan arena perundungan.

Netizen Desak Perubahan
Respons publik jelas: enough is enough! Netizen mendesak adanya kebijakan tegas, mulai dari hukuman bagi pelaku perundungan hingga pengawasan ketat terhadap lingkungan sekolah. “Jangan cuma selesai di permohonan maaf, sistemnya harus diperbaiki,” tulis seorang pengguna media sosial.

Kasus ini menjadi alarm keras bagi semua pihak. Jika kita masih membiarkan lingkungan sekolah jadi tempat perundungan, apa yang bisa kita harapkan dari generasi mendatang? Waktunya kita bertindak sekarang, sebelum sekolah berubah dari tempat belajar menjadi arena ketakutan.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *