banner 728x250
Berita  

IGD Overload RSUD Praya, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

banner 120x600
banner 468x60

Viral dan menggemparkan! Kabar meninggalnya pasien rujukan dari Puskesmas Mujur akibat “full bed” di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Praya telah memantik reaksi masyarakat. Banyak yang menuding overload di IGD menjadi penyebab utama kejadian tragis ini. Tapi, benarkah semuanya sesederhana itu

Rabu, 18 Desember 2024, suasana di RSUD Praya penuh ketegangan. Kepala Instalasi IGD RSUD Praya, Yuhanan Mulyadin, mencoba meredakan isu dengan menjelaskan kronologi kejadian. Pukul 11.54 WITA, Puskesmas Mujur menghubungi RSUD Praya via WhatsApp, melaporkan kondisi pasien NK (41), seorang pria dengan kadar gula darah tinggi (436 mg/dL). “Saat itu, IGD kami menangani 30 pasien dalam ruang yang hanya memiliki 25 tempat tidur. Jadi, kami tidak bisa langsung menerima rujukan. Itu SOP saat kondisi overload,” ujar Yuhanan.

banner 325x300

Namun, drama tak berhenti di situ. Pukul 14.27 WITA, Puskesmas Mujur kembali melaporkan kondisi pasien, termasuk video kondisi pasien untuk memastikan ia layak dirujuk. Tapi sayang, ketika pasien tiba di RSUD Praya pukul 16.15 WITA, ia sudah dinyatakan meninggal dunia di tempat (Death on Arrival).

Direktur RSUD Praya, dr. Mamang Bagiansah, menegaskan bahwa prosedur telah dijalankan sesuai aturan. “Kami menggunakan Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE), yang dirancang untuk mempermudah koordinasi antar fasilitas kesehatan. Namun, sistem ini memang belum sempurna. Kami akui, ada ruang perbaikan, khususnya di jalur komunikasi,” jelasnya. Pernyataan ini terdengar seperti pengakuan bahwa ada masalah di balik layar.

Apa yang Salah?
Publik mempertanyakan mengapa koordinasi rujukan membutuhkan waktu hingga berjam-jam. Apakah ini tentang kurangnya tempat tidur, atau ada faktor lain? “Penyebab kematian tidak bisa disimpulkan hanya dari keterlambatan rujukan. Kondisi pasien sebelum rujukan, penanganan di Puskesmas, hingga fasilitas ambulans juga harus dievaluasi,” tambah dr. Mamang.

Pihak RSUD Praya mencoba menenangkan masyarakat dengan komitmen perbaikan. Namun, komentar “evaluasi holistik” ini justru menyisakan pertanyaan: Berapa banyak lagi pasien yang harus menjadi korban evaluasi?

RSUD Praya di Tengah Pusaran Kritik
Di media sosial, tagar #PrayaFullBed menggema, memunculkan beragam kritik pedas. Seorang netizen menulis, “Kalau memang overload, kenapa nggak ada solusi sementara? Ini nyawa, bukan barang antrean!” Kritik lainnya mempertanyakan prioritas pemerintah dalam membenahi fasilitas kesehatan.

Ironisnya, kejadian ini menelanjangi fakta bahwa Lombok Tengah, daerah yang mulai dikenal dunia lewat MotoGP Mandalika, masih memiliki fasilitas kesehatan yang tertinggal. “Kita bisa bikin sirkuit internasional, tapi IGD di rumah sakit penuh 25 pasien saja sudah kewalahan. Memalukan!” tulis akun @WargaLombokGeram.

Mencari Solusi di Tengah Kekacauan
RSUD Praya menyatakan akan meningkatkan kapasitas IGD dan merekrut operator khusus untuk mengelola komunikasi rujukan. Namun, apakah solusi ini cukup cepat untuk mencegah kejadian serupa? Atau, seperti biasa, semua hanya akan jadi wacana tanpa realisasi?

Sementara itu, keluarga pasien NK masih berkabung, meninggalkan luka mendalam yang tak terobati. “Kami hanya ingin keadilan dan perubahan,” ungkap salah satu anggota keluarga.

Tragedi ini adalah pengingat keras bahwa sistem kesehatan kita masih jauh dari sempurna. Nyawa manusia seharusnya tidak menjadi korban kegagapan prosedur dan birokrasi. Sampai kapan RSUD Praya akan bertahan dengan alasan overload? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab, bukan hanya oleh pihak rumah sakit, tapi juga oleh pemerintah daerah.

Masyarakat Lombok Tengah pantas mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Jangan biarkan tagar #PrayaFullBed menjadi cermin suram sistem kesehatan kita. Bangkitlah sebelum semuanya terlambat!

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *