Musim hujan ternyata bukan hanya membawa berkah bagi para petani, tetapi juga menghadirkan penderitaan bagi masyarakat Lombok Barat yang harus berjibaku dengan jalan-jalan rusak parah. Ironisnya, banyak dari jalan tersebut berstatus jalan provinsi, dan hingga kini belum ada perbaikan berarti.
Salah satu daerah yang menjadi sorotan adalah Kecamatan Sekotong, khususnya di wilayah Buwun Mas. Dari total 20 kilometer jalan, banyak titik yang rusak, membuat perjalanan menjadi mimpi buruk bagi warga. Kerusakan terparah terletak di ruas Sepi-Pengantap, tepat di depan kantor desa, sepanjang 200 meter. Tidak jauh dari sana, jalan di Dusun Jerangkang juga rusak parah sepanjang 200 meter, ditambah titik di Jurang Sengkol dengan panjang kerusakan mencapai 250 meter.
Kerusakan ini disebut-sebut akibat saluran drainase yang tersumbat, membuat air menggenang dan menggerus badan jalan. Situasi makin diperparah saat musim hujan tiba. Namun, penderitaan warga Sekotong hanyalah puncak gunung es dari masalah jalan provinsi di Lombok Barat.
Di jalur strategis dari Pelabuhan Lembar menuju Taman Ayu, Kebon Ayu, hingga Perampuan, kerusakan jalan juga menjadi pemandangan sehari-hari. Badan jalan yang berlubang dan hancur konon diakibatkan oleh truk-truk pengangkut batubara dan material galian C yang lalu-lalang setiap hari.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Lombok Barat, H. Lalu Winengan, angkat bicara dengan nada sindiran. Menurutnya, jalan rusak ini adalah “kado ulang tahun” NTB yang ke-66 untuk Lombok Barat. “Kan masyarakat yang menilai sendiri. Itu jadi kado HUT NTB ke-66,” ujar Winengan, dengan nada penuh kegetiran.
Ia mengaku telah mengusulkan perbaikan ke Pemprov NTB, tetapi hingga kini belum ada realisasi. “Sudah kita usulkan ke PU Provinsi, tapi masih nihil hasilnya,” ungkapnya. Winengan juga berharap para anggota DPRD NTB dari Dapil Lombok Barat turut bersuara dan mengawal perbaikan jalan ini.
Namun, yang menjadi pertanyaan besar: apakah Lombok Barat hanya dilupakan atau memang sengaja diabaikan? “Selama ini kami merasa Lombok Barat tidak dianggap. Mudah-mudahan pemerintahan baru nanti lebih adil,” ujar Winengan.
Keluhan ini tidak hanya datang dari pemerintah daerah, tetapi juga masyarakat yang sehari-hari menggunakan jalan tersebut. Nurhadi, warga Taman Ayu, mengaku sering mengalami kerusakan kendaraan akibat jalan berlubang. “Ini kayak medan perang, bukan jalan provinsi,” katanya dengan nada geram.
Netizen pun ramai-ramai mengomentari kondisi ini di media sosial, menyindir pemerintah provinsi yang dinilai lebih sibuk dengan proyek-proyek besar ketimbang memperhatikan kebutuhan dasar masyarakat. Sebuah komentar di Facebook bahkan menyebut jalanan ini sebagai “tol air”, karena lebih mirip sungai ketika hujan deras tiba.
Kini, masyarakat hanya bisa berharap agar pemerintah provinsi segera turun tangan. Jalanan rusak bukan hanya soal ketidaknyamanan, tetapi juga ancaman keselamatan bagi penggunanya. Akankah jeritan warga Lombok Barat sampai ke telinga para pemimpin di Mataram? Atau mereka harus menunggu HUT NTB berikutnya dengan kado yang lebih memprihatinkan?
Sementara itu, warga hanya bisa terus bertahan, sembari menanti keajaiban yang mungkin tak pernah datang. Lombok Barat, dengan segala potensinya, seharusnya tidak dibiarkan tertinggal seperti ini. “Jalan rusak ini bukan hanya memalukan, tapi juga berbahaya,” tutup Winengan.