Provinsi NTB sedang dilanda tsunami digital—bukan hanya di dunia maya, tapi juga di rekening tabungan warga. Kepala OJK Provinsi NTB, Rudi Sulistyo, mengungkapkan kenyataan pahit ini dalam konferensi pers, Kamis (19/12), yang bikin warga NTB mengelus dada.
Scamming: Bencana Digital Era Modern
Dalam satu tahun terakhir, kerugian akibat penipuan daring alias scamming di NTB sudah mencapai angka miliaran rupiah. Dari pernikahan palsu hingga investasi bodong, modus kejahatan ini terus menghantui pengguna internet di provinsi ini. “Kerugian ini bukan hanya soal uang. Kepercayaan masyarakat terhadap teknologi juga hancur lebur,” kata Rudi dengan nada prihatin.
Menurut data yang dirilis, ada beberapa modus utama yang digunakan para penipu. Permintaan One-Time Password (OTP) menjadi senjata utama mereka. Disusul dengan aplikasi undangan pernikahan palsu yang disebar melalui WhatsApp, serta hacking hingga penipuan berkedok investasi. Dan yang lebih menyakitkan, banyak korban baru sadar setelah uang mereka sudah lenyap, tersedot ke akun penyedia jasa pembayaran seperti ShopeePay atau GoPay.
IASC: Garda Terdepan Melawan Scamming
Dalam upaya melawan serbuan kejahatan ini, OJK memperkenalkan Indonesian Anti Scam Center (IASC). Ini bukan sekadar langkah biasa, melainkan langkah revolusioner yang menyatukan OJK, Satgas PASTI, dan pelaku industri keuangan untuk memberantas scamming secara cepat dan efektif.
“Tujuan kami bukan hanya menunda transaksi mencurigakan atau memblokir rekening para pelaku. Lebih dari itu, kami ingin mengembalikan dana korban yang masih bisa diselamatkan, sekaligus memberikan efek jera bagi pelaku,” tegas Rudi.
Bagi warga yang menjadi korban, Rudi mengingatkan pentingnya melapor secepat mungkin. Alamat email iasc@ojk.go.id dan nomor layanan konsumen 157 siap membantu. Ada juga layanan pelaporan via website resmi IASC yang semakin mempermudah masyarakat.
Waspada, Jangan Jadi Target Berikutnya!
“Kenapa kita harus waspada?” Rudi menjelaskan bahwa penipuan daring sering kali memanfaatkan kelemahan psikologis korban, seperti ketakutan, rasa penasaran, atau keinginan cepat kaya. Sering kali, para pelaku menggunakan pendekatan yang sangat personal dan meyakinkan.
Rudi juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati saat menerima pesan mencurigakan, terutama yang meminta data pribadi seperti OTP. “Ingat, jangan pernah memberikan OTP kepada siapa pun, bahkan jika mereka mengaku dari instansi resmi. Itu adalah langkah awal mereka untuk menguras rekening Anda.”
Kisah Nyata yang Mengiris Hati
Di balik angka-angka tersebut, ada kisah nyata yang menyayat hati. Seorang ibu rumah tangga di Mataram, misalnya, kehilangan seluruh tabungan keluarganya senilai Rp 50 juta karena undangan pernikahan palsu. Seorang guru di Lombok Tengah, yang tergiur investasi dengan janji keuntungan 300%, kini harus menanggung utang setelah mengirim Rp 100 juta ke rekening penipu.
Scamming: Ujian Kolektif Kita Semua
Dengan ancaman yang semakin nyata ini, Rudi menegaskan bahwa perang melawan scamming bukan hanya tugas OJK, melainkan tanggung jawab bersama. “Masyarakat harus proaktif, sadar, dan selalu kritis terhadap tawaran yang terlalu bagus untuk jadi kenyataan,” katanya mengakhiri.
Jadi, apakah Anda sudah cukup waspada? Jangan biarkan uang hasil jerih payah Anda menjadi statistik berikutnya dalam daftar kerugian akibat scamming di NTB. Ingat, keamanan digital Anda dimulai dari kesadaran diri. 🌐