Seperti banyak daerah lain di Indonesia, sedang berada di persimpangan kebijakan yang menggelitik banyak kepala daerah terpilih. Perdebatan soal percepatan pembahasan APBD Perubahan 2025 kian menguat, bak bisikan angin yang belum jelas arahnya namun sudah membangkitkan harapan besar. Di balik itu, ada pertanyaan besar yang terus berputar: Akankah kepala daerah terpilih di Pilkada 2024 hanya menjadi penonton di tahun pertama mereka memimpin?
Wakil Ketua DPRD NTB, Yek Agil, menyuarakan apa yang jadi keresahan banyak pihak. Menurutnya, percepatan pembahasan APBD Perubahan ini bukan hanya urusan NTB, tapi masalah nasional yang menyentuh semua kepala daerah terpilih. “Visi dan misi kepala daerah itu seperti peta perjalanan. Kalau anggarannya belum siap, bagaimana mau jalan?” ujarnya kepada Lombok Post dengan nada serius.
Bukan Soal NTB Saja
Politisi PKS itu menekankan pentingnya regulasi dari pemerintah pusat. Tanpa payung hukum yang jelas, DPRD hanya bisa berharap tanpa kepastian. “Kita bicara regulasi, bukan spekulasi. Kalau regulasi ini ada, kepala daerah terpilih bisa langsung tancap gas,” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa proses ini penting untuk memastikan visi dan misi tidak hanya sekadar janji kampanye.
Namun, sampai kapan harapan ini bisa digantungkan? “Kita tidak mau hanya jadi pengamat. Harus ada langkah konkret dari pemerintah pusat,” tambah Yek, dengan nada yang tak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya.
Setengah Hati atau Penuh Aksi?
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD NTB lainnya, Muzihir, mengibaratkan kondisi saat ini seperti pertandingan sepak bola tanpa bola. “Semua kepala daerah, dari bupati, wali kota, hingga gubernur, menghadapi masalah yang sama. Tapi tanpa regulasi, ya kita hanya bisa melihat dari tribun,” ucapnya dengan sedikit humor, mencoba meringankan suasana.
Muzihir, yang juga Ketua DPW PPP NTB, menegaskan bahwa tanpa aturan yang jelas, percepatan pembahasan APBD Perubahan hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi. Namun, ia tetap berharap pemerintah pusat segera turun tangan. “Kalau regulasi ada, suka tidak suka, pasti kita lakukan. Tapi kalau tidak ada, ya jangan mimpi,” cetusnya.
Tahun Pertama yang Hilang
Sejumlah pihak mulai khawatir tahun pertama kepala daerah terpilih hanya akan diisi oleh keluhan dan penyesuaian, tanpa ada gebrakan nyata. Bayangkan, visi besar yang dijanjikan saat kampanye terancam menguap begitu saja hanya karena kurangnya kesiapan anggaran.
“Jika APBD Perubahan tidak bisa diketok sebelum pelantikan, kepala daerah terpilih akan kehilangan momentum penting untuk membuktikan diri,” kata salah satu analis politik lokal yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, pemerintah pusat harus segera menyelesaikan regulasi ini sebelum Pilkada serentak 2024 berlangsung.
Mimpi Tanpa Batas, Realisasi yang Terbatas
Publik tentu berharap banyak dari para kepala daerah baru. Namun, harapan tanpa dukungan anggaran hanya akan berujung pada kekecewaan. Apalagi, rakyat sudah terlalu sering diberi janji tanpa bukti. Dengan semakin mendekatnya Pilkada 2024, waktu semakin sempit untuk memastikan regulasi ini menjadi nyata.
Bagi para kepala daerah terpilih, APBD Perubahan 2025 adalah tiket untuk membuktikan visi mereka bukan sekadar angan-angan. Tapi tanpa regulasi, mereka hanya bisa menjadi penonton dalam permainan besar yang disebut pembangunan daerah.
Jadi, pertanyaannya sekarang: Akankah pemerintah pusat bergerak cepat atau kepala daerah terpilih hanya bisa berkata, “Kami punya mimpi, tapi tak punya alat untuk mewujudkannya?”