banner 728x250

Pelantikan Gubernur NTB di Istana Negara, Drama Politik VIP 5 Orang Boleh Hadir

banner 120x600
banner 468x60

Seperti adegan klimaks dalam serial politik penuh intrik, kabar bahwa pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB akan digelar di Istana Negara, Jakarta, pada 7 Februari 2025, telah menggemparkan publik. “Hanya lima orang yang boleh hadir, lho! Seperti pesta eksklusif kelas VIP,” ujar Asisten I Setda NTB, Fathurrahman, dengan nada santai yang justru menambah rasa penasaran.

Bayangkan, sebuah momen yang biasanya dirayakan dengan gegap gempita oleh ribuan pendukung, kini terbatas hanya untuk segelintir orang. Pemprov NTB dan DPRD sibuk mempersiapkan agenda ini, tapi desas-desus soal jadwal yang mungkin molor hingga Maret malah menambah tensi.

banner 325x300

Jadwal yang “Bisa Maju, Bisa Mundur”
Ketidakpastian ini diakui sendiri oleh Sekretaris Daerah NTB, Lalu Gita Ariadi. “Bisa maju, bisa mundur. Ya, namanya juga politik,” katanya dengan nada ambigu, bak tokoh utama dalam sinetron yang penuh twist.

Meski begitu, persiapan tetap jalan. Dari tata upacara hingga sidang paripurna untuk serah terima jabatan, semuanya siap. Tapi apa gunanya semua itu kalau akhirnya harus menunggu hingga menit terakhir karena keputusan berubah?

Drama Kota Bima: Netflix Versi Politik
Sementara itu, di ujung timur NTB, Kota Bima tak kalah heboh. Gugatan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) membuat pelantikan wali kota terpilih jadi penuh teka-teki. “Kalau masih proses di MK, kemungkinan besar pelantikannya terpisah dari sembilan daerah lainnya,” ungkap Ketua Bawaslu NTB, Itratip.

Warga Bima kini bak penonton serial Netflix, menanti kapan episode berikutnya akan tayang. “Kok lama banget, sih? Ini kayak nunggu plot twist,” keluh seorang warga di Pasar Bima.

VIP vs Rakyat Jelata: Pelantikan Ala Hierarki Kekuasaan
Tak hanya soal jadwal, lokasi pelantikan juga jadi sorotan. Istana Negara untuk gubernur, sedangkan bupati dan wali kota cukup di Mataram. Dengan undangan maksimal 90 orang per daerah, acara ini terasa seperti panggung yang menegaskan hierarki kekuasaan.

“Kenapa harus di Istana? Apa di sini kurang megah?” celetuk seorang mahasiswa yang ikut diskusi di sebuah warung kopi. Pertanyaan itu menggema di antara rakyat NTB yang merasa acara ini semakin menjauh dari mereka.

Gesekan atau Kedamaian? Publik Masih Bertanya-tanya
Bawaslu NTB mengklaim Pilkada 2024 berlangsung damai tanpa gesekan berarti. Sebuah pernyataan yang mengejutkan, mengingat tensi biasanya tinggi di wilayah ini. “Kami sempat khawatir akan aksi besar-besaran, tapi ternyata aman,” ujar Itratip.

Namun, beberapa pengamat politik lokal skeptis. “Bukan karena kedewasaan demokrasi, tapi karena masyarakat sudah capek ribut terus,” sindir seorang akademisi di Universitas Mataram.

Serah Terima yang Seret: Rakyat Mulai Lelah
Kepala Biro Pemerintahan, Lalu Hamdi, menjelaskan bahwa serah terima jabatan harus dilakukan paling lambat 14 hari setelah pelantikan. Tapi dengan jadwal yang terus berubah, rakyat hanya bisa berharap pemerintah lebih gesit.

“Kami komunikasikan dengan kementerian, tapi tetap saja belum ada kepastian,” katanya. Pernyataan ini seperti bensin yang menyulut api gosip di warung kopi, membuat rakyat semakin frustrasi.

Drama Tanpa Akhir: Akankah Ada Kejutan Lagi?
Ketidakpastian ini seolah menjadi cerminan politik NTB yang selalu penuh warna. Rakyat hanya bisa menunggu, bertanya-tanya, dan berharap momen ini tak berakhir menjadi lelucon politik yang menguras energi.

Jadi, akankah pelantikan gubernur ini menjadi momen bersejarah yang membawa NTB menuju perubahan? Ataukah hanya menambah babak baru drama politik yang tak pernah selesai? Kita tunggu saja. Satu hal yang pasti: rakyat NTB pantas mendapatkan kepastian, bukan janji yang hanya menguap di udara.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *