Drama hukum mantan Kadishub Dompu, Syarifuddin, semakin memanas! Kali ini, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi NTB menjatuhkan vonis yang lebih berat dari sebelumnya. Syarifuddin yang awalnya divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Mataram, kini harus mendekam 8 tahun di balik jeruji besi. Ya, tiga tahun tambahan menjadi ‘kado pahit’ yang akan terus membayangi mantan pejabat ini.
Ketua Majelis Hakim, Sutio Jumagi Akhirno, yang membacakan amar putusan pada Kamis (19/12), tampak tidak main-main. “Menjatuhkan pidana hukuman terhadap Syarifuddin selama delapan tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 3 bulan,” tegas Sutio, didampingi hakim anggota Gede Ariawan dan Rodjai S. Irawan. Vonis ini langsung membuat publik terbelalak.
Tidak cukup sampai di situ, Syarifuddin juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 578 juta, yang berasal dari total kerugian Rp 778 juta. Namun, ada secercah ‘kebaikan hati’ hakim—uang Rp 200 juta yang sempat dititipkan terdakwa pada tahap penyidikan, dirampas untuk negara. Kalau Syarifuddin tidak bisa melunasi uang pengganti dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, siap-siap harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa.
“Miskin atau Tambah Penjara, Pilih Mana?”
Namun, cerita ini tidak berhenti di denda dan uang pengganti. Jika harta benda Syarifuddin tidak cukup untuk menutupi kerugian negara, maka hukuman penjara selama satu tahun menanti. Dengan kata lain, Syarifuddin menghadapi vonis total 9 tahun, lebih panjang dari durasi yang mungkin dibutuhkan untuk melupakan rasa kecewa.
Hakim tidak segan menyebut bahwa Syarifuddin terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Perbuatannya? Menandatangani dokumen pertanggungjawaban belanja barang dan jasa yang ternyata fiktif—hasil kolaborasi dengan dua terdakwa lain, yang salah satunya adalah bendahara pengeluaran Dishub Dompu.
“Hujan Vonis dari Pengadilan Tinggi NTB”
Tak hanya itu, Pengadilan Tinggi NTB juga membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Mataram sebelumnya. Dengan putusan ini, Syarifuddin resmi menambah catatan hitam dalam daftar kasus korupsi besar di Dompu.
Vonis ini seolah menjadi peringatan keras bagi para pejabat yang masih berani bermain-main dengan uang rakyat. Bagaimana mungkin dana yang seharusnya digunakan untuk pelayanan publik malah dirampok secara sistematis? Kalau kata warganet, “Duit rakyat disikat, karma langsung mendekat!”
Apa Selanjutnya?
Kini, perhatian publik tertuju pada bagaimana Syarifuddin akan menghadapi vonis ini. Apakah dia akan mampu melunasi uang pengganti? Atau, akan kita lihat dia memperpanjang masa “libur panjangnya” di hotel prodeo?
Kasus ini menjadi pelajaran penting: tidak ada celah aman bagi korupsi di negeri ini. Jika Anda pikir bisa lolos dengan cara licik, siap-siaplah untuk menghadapi “hujan batu” hukum yang siap menimpa kapan saja!