Gelombang protes dan tuntutan dari para pengurus Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Provinsi NTB telah mencapai titik mendidih. Mereka tak lagi bisa menahan keresahan akibat belum dibayarkannya Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tunjangan Hari Raya (THR) selama dua tahun berturut-turut, yaitu 2023 dan 2024.
Hari ini, langkah nyata diambil. Rombongan AGPAII NTB mendatangi Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB. Mereka diterima langsung oleh Kepala Bidang Guru Tenaga dan Kependidikan (GTK), Nur Ahmad, untuk mendiskusikan permasalahan yang terkatung-katung tanpa solusi jelas. Namun, apakah ini cukup untuk menjawab teriakan keadilan para guru agama yang telah mengabdi demi membangun akhlak generasi bangsa?
“Kami Tidak Butuh Janji Lagi!”
Ketua AGPAII NTB, Sulman Haris, menyampaikan keresahan para guru agama yang terus diperlakukan tidak adil. “Kami tidak minta lebih. Kami hanya menuntut hak kami yang sama seperti guru lainnya,” ungkapnya dengan nada geram. Dari 10 kabupaten/kota di NTB, hanya Kota Mataram yang telah melunasi pembayaran TPG dan THR. Nasib guru di kabupaten lain? Mereka hanya menjadi penonton di tengah gegap gempita pencairan tunjangan rekan-rekan mereka.
Sulman tidak menutup-nutupi rasa kecewanya terhadap pemerintah. “Mengapa guru umum mendapatkan hak mereka tepat waktu, sementara guru agama dibiarkan terkatung-katung?” tanyanya tajam.
Surat yang Tak Memberikan Harapan
Menurut penjelasan pihak Dikbud NTB, regulasi dari Kementerian Keuangan RI menjadi alasan di balik tertundanya pembayaran ini. Surat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan No: S-60/PK/PK.2/2024, yang tertanggal 23 April 2024, dianggap sebagai penghalang teknis. Namun, bagi para guru agama, surat ini tidak lebih dari lembaran kertas yang menunda hak mereka untuk hidup layak.
Menggandeng Semua Kekuatan
Sulman menegaskan bahwa perjuangan ini tidak akan berhenti. AGPAII NTB berencana menggandeng berbagai organisasi profesi guru, seperti KKG PAI, MGMP, PGRI, dan forum guru lainnya. “Ini bukan hanya tentang uang, ini tentang keadilan. Kami akan terus maju sampai hak kami terpenuhi,” ujarnya.
Upaya serupa juga dilakukan oleh pengurus AGPAII di Lombok Timur, Lombok Tengah, hingga Pulau Sumbawa. Semuanya bersatu dalam satu suara: pembayaran TPG dan THR harus dilakukan sebelum tahun ini berakhir.
Dilema Pemerintah: Antara Prioritas dan Keadilan
Persoalan ini bukan hanya soal administrasi, tetapi juga soal prioritas. Para guru agama merasa dianaktirikan oleh sistem yang lebih mengutamakan guru umum. Padahal, tugas guru agama tidak kalah berat. Mereka bukan hanya pendidik, tetapi juga pembimbing moral dan spiritual bagi anak bangsa.
Ultimatum: Sebelum Desember Berakhir
Sulman memberi batas waktu. “Sebelum Desember ini berakhir, kami meminta pemerintah untuk segera membayarkan hak kami. Tidak ada alasan lagi,” tegasnya. Apakah pemerintah akan mendengar? Ataukah perjuangan panjang ini akan berakhir dengan janji kosong lainnya?
Menutup Tahun dengan Catatan Kelam?
Jika pemerintah tidak segera bertindak, bukan tidak mungkin isu ini akan menjadi bom waktu. Guru agama bukan hanya pengajar, mereka adalah penjaga moral bangsa. Ketika mereka dibiarkan terabaikan, apa pesan yang ingin disampaikan kepada generasi muda?
Ini bukan hanya perjuangan para guru agama, ini adalah cerminan dari bagaimana kita memperlakukan mereka yang berdiri di garis depan pembentukan karakter bangsa. Sampai kapan mereka harus menunggu? Atau lebih parahnya, apakah mereka akan terus dilupakan?