Kebijakan baru soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang bakal diterapkan pada awal tahun depan sedang jadi perbincangan panas. Dari kampus hingga warung kopi, topik ini terus menggulirkan kritik tajam. Bahkan, aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat malam (27/12), jadi saksi bagaimana mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) membakar semangat melawan kebijakan yang mereka sebut “penindasan atas nama pembangunan”.
Menurut Ketua Umum YLBHI, M. Isnur, presiden punya jalan pintas untuk membatalkan kebijakan ini. “Perubahan terbatas bisa dilakukan dengan membahasnya di DPR melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Jadi, ini sepenuhnya keputusan di tangan Presiden,” tegasnya.
Mahasiswa Menggugat: PPN = Rakyat Makin Tersiksa?
Di tengah kerumunan massa yang membawa spanduk penolakan, mahasiswa BEM SI tak segan menyuarakan kritik keras. Mereka menyebut kebijakan ini hanya akan memperparah beban masyarakat. “Ini seperti memberi paku di kaki rakyat kecil! PPN 12% adalah langkah mundur bagi keadilan sosial,” ujar salah satu orator.
Tuntutan mereka jelas: batalkan PPN 12% dan terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghentikan rencana yang dianggap terlalu berpihak pada elite.
Politikus Bicara: “Ini Demi Rakyat, Kok!”
Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, membela kebijakan ini mati-matian. “PPN 12% ini dirancang untuk mendanai program strategis Presiden Prabowo yang fokus pada kesehatan, pendidikan, dan pembangunan ekonomi,” ungkapnya. Said menyebut bahwa hasil dari kebijakan ini akan mengalir ke berbagai program seperti makanan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan tanpa biaya, hingga lumbung pangan di setiap desa.
Namun, ia tak menutup mata soal potensi dampak negatifnya. Ia meminta pemerintah memperluas subsidi BBM, gas elpiji, dan listrik untuk rumah tangga kelas menengah bawah. “Kalau perlu, ojek online juga dapat subsidi BBM,” tambahnya.
Netizen Murka: “Visi Besar, tapi Siapa yang Bayar?”
Di lini masa Twitter, tagar #BatalkanPPN12Persen dan #RakyatBukanATM trending tanpa henti. Banyak yang mempertanyakan apakah rakyat kecil harus terus menanggung visi besar pemerintah. “Visi oke, tapi kok yang bayar rakyat kecil terus?” tulis seorang pengguna.
Banyak netizen juga menyoroti opsi subsidi yang disebut-sebut oleh Said Abdullah. Mereka skeptis soal implementasinya. “Subsidi ini cuma gincu biar PPN 12% nggak terlalu keliatan sadis,” tulis komentar lainnya.
Ancaman untuk Tahun Baru: Gelombang Protes Meluas
Bukan cuma mahasiswa, berbagai organisasi masyarakat sipil mulai merapatkan barisan untuk menggelar aksi lanjutan jika kebijakan ini tetap berjalan. Mereka menuntut presiden untuk menunjukkan keberpihakan nyata kepada rakyat.
“Kalau tidak ada langkah tegas dari presiden, kami siap turun ke jalan lagi dengan massa yang lebih besar,” ujar salah satu perwakilan mahasiswa.
Catatan Akhir: Presiden di Persimpangan Jalan
Presiden Prabowo kini berada di titik krusial. Di satu sisi, kebijakan PPN 12% dianggap penting untuk menopang program-program strategis. Namun, di sisi lain, desakan rakyat untuk membatalkan kebijakan ini terus menguat.
Apakah Presiden akan mendengar suara rakyat dan membatalkan PPN 12%? Atau tetap berjalan dengan kebijakan ini meski berpotensi menuai gelombang protes yang lebih besar? Tahun baru bisa jadi momen panas dalam sejarah ekonomi Indonesia.