Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tinggal hitungan hari! Kebijakan ini menjadi salah satu topik paling panas, memantik berbagai opini publik, mulai dari meja warung kopi hingga timeline media sosial. Isu ini bukan sekadar tentang pajak, tapi soal bagaimana masyarakat, terutama generasi milenial dan Gen Z, bersiap menghadapi gelombang perubahan.
Kaum Sultan Siap-Siap Bayar Lebih!
Menurut Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti, kenaikan PPN ini difokuskan untuk barang dan jasa kategori mewah. “Ini kan untuk barang mewah, artinya yang menengah ke atas,” ujar Nelly. Jadi, buat kamu yang suka flexing barang premium atau nongkrong di kafe fancy, siap-siap merogoh kantong lebih dalam.
Tapi, jangan salah, kenaikan ini juga bisa nyenggol pelaku UMKM yang menggunakan bahan premium untuk produknya. Meski begitu, Nelly menegaskan bahwa efek nyata baru bisa terlihat setelah kebijakan ini diterapkan.
Daya Beli: Stabil atau Goyang?
Kepala BPS NTB, Wahyudin, punya pandangan optimis. Menurutnya, dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat akan minimal. Kenapa? Karena pemerintah juga menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) bersamaan dengan kebijakan ini. “Pajak dinaikkan, tapi upah juga dinaikkan, jadi sama saja,” klaimnya santai.
Meski terdengar meyakinkan, publik masih skeptis. “Apa iya gaji naik bisa nutupin semua kenaikan biaya hidup?” tanya seorang netizen dalam kolom komentar sebuah berita lokal. Banyak yang meragukan apakah kenaikan UMP cukup untuk mengimbangi efek domino dari PPN 12 persen ini.
Swasembada Pangan Jadi Andalan
Pemerintah mengklaim, dengan fokus pada swasembada pangan dan berbagai program bantuan, daya beli masyarakat akan tetap terjaga. “Uang dari kenaikan pajak ini akan digulirkan untuk program yang membantu masyarakat,” ujar Wahyudin. Tapi, kritik terus mengalir. Banyak yang merasa bahwa realisasi program bantuan seringkali tidak merata dan tidak efektif.
Gen Z dan Milenial: Korban Atau Pemenang?
Generasi muda, terutama milenial dan Gen Z, adalah kelompok yang paling vokal menanggapi isu ini. Mereka yang aktif di dunia startup, UMKM, hingga freelance seringkali merasa terhimpit oleh kenaikan biaya hidup tanpa dukungan nyata dari kebijakan pemerintah.
“Kenaikan pajak ini bikin hidup makin gak santuy. Pengeluaran naik, tabungan makin tipis,” keluh seorang pengusaha kopi lokal di Lombok. Namun, ada juga yang melihat peluang. “Kalau pemerintah serius bantu UMKM, kita bisa manfaatin momen ini buat naikin branding lokal,” ujar pemilik clothing line yang fokus pada produk eco-friendly.
Tunggu Apa Lagi?
Apakah kenaikan PPN ini akan jadi langkah strategis yang membantu membangun negeri atau justru menambah beban masyarakat? Jawabannya ada di tangan pemerintah dan bagaimana kebijakan ini diimplementasikan. Tapi satu yang pasti, milenial dan Gen Z gak akan diam saja. Mereka akan terus mengawasi, bersuara, dan beradaptasi di tengah perubahan ini.
Stay woke, tetap kritis, dan pastikan dompetmu siap menghadapi era baru pajak 12 persen ini!