Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) terus mengintai tanpa ampun di Lombok Tengah. Data dari Dinas Kesehatan mengungkap angka yang mencengangkan: 578 warga terinfeksi HIV, dengan 64 kasus baru ditemukan sepanjang 2024. Tidak berhenti di situ, dari angka ini, sebanyak 213 di antaranya telah berkembang menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)—tahap akhir yang paling mematikan.
Fakta lebih mengerikan datang dari Kepala Dinas Kesehatan Lombok Tengah, Suardi. Ia mengungkap, lima dari kasus tersebut adalah ibu hamil. “Kalau tidak segera dicegah, bayi yang dilahirkan bisa positif HIV,” tegasnya, Kamis (2/1). Kondisi ini memperlihatkan betapa ganasnya virus ini menjalar tanpa terlihat. Kasus balita meninggal akibat HIV dari ibunya yang terinfeksi jadi bukti nyata betapa mendesaknya situasi ini.
Namun, penyebab utama ledakan kasus ini lebih dari sekadar angka. Suardi menyebut, penyuka sesama jenis (LSL) menjadi kelompok dominan dalam penyebaran virus. “Angkanya cukup tinggi. Ini realitas yang tidak bisa kita abaikan,” ujarnya.
Ironisnya, penyebaran HIV tidak kasat mata. Mereka yang terinfeksi sering kali terlihat sehat. “Ini yang berbahaya, karena orang bisa merasa aman padahal risiko ada di sekitar kita,” tambahnya. Hal ini diperparah oleh stigma sosial yang membuat identitas pengidap tidak bisa diumumkan. “Kita tidak boleh sebut nama atau alamat karena melanggar HAM. Akhirnya, semua orang berisiko.”
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Suardi mengingatkan, langkah pencegahan sederhana seperti kesetiaan pada pasangan dan penggunaan kondom bisa menyelamatkan nyawa. “Nakes juga harus disiplin dengan APD, karena mereka sangat rentan,” katanya.
Dinas Kesehatan terus memantau perkembangan kasus, tapi Suardi mengakui perlunya peran aktif Komisi Penanggulangan HIV/AIDS untuk mencegah lonjakan lebih jauh. “Kalau kita tidak bertindak cepat, ini bukan hanya masalah mereka yang terinfeksi, tapi kita semua.”
Kasus ini tidak hanya soal angka. Di balik setiap statistik ada cerita, ada manusia. Dan saat seorang balita kehilangan hidupnya karena HIV, kita tahu bahwa ini bukan lagi sekadar berita. Ini panggilan untuk bertindak.