Kolom Agama di KTP Tetap Ada, Mahkamah Konstitusi Menolak Gugatan JR
Langkah kontroversial dua warga, Raymond Kamil dan Indra Syahputra, untuk menghapus kolom agama di KTP resmi kandas di tangan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang putusan yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Jumat (3/1), gugatan yang diajukan mereka resmi ditolak. Keputusan ini sekaligus menjadi tanda bahwa identitas agama masih dianggap penting dalam administrasi kependudukan Indonesia.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan amar putusan, “Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya.” Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan kolom agama bukan hanya kewajiban administratif, tetapi juga representasi karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila.
Pancasila Jadi Tameng Utama
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menegaskan, pembatasan kebebasan dalam mencantumkan agama di KTP merupakan langkah proporsional. “Ini tidak bersifat opresif atau sewenang-wenang,” tegasnya. Sebagai bangsa yang mengutamakan Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia mewajibkan setiap warganya mencatatkan agama atau kepercayaan mereka dalam dokumen resmi.
Arief juga menyebutkan bahwa kolom agama di KTP adalah bentuk pengakuan terhadap keberagaman dan kepercayaan masyarakat. “Ini bukan tentang memaksakan keyakinan, tetapi memastikan semua warga terakomodasi dalam sistem kependudukan,” jelasnya.
Alasan Gugatan Ditolak
Raymond dan Indra menganggap kewajiban mencantumkan kolom agama di KTP sebagai bentuk pembatasan kebebasan. Dalam gugatan mereka, disebutkan bahwa pasal 61 ayat (1) dan pasal 64 ayat (1) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945. Namun, MK memiliki pandangan berbeda.
Mahkamah memandang bahwa tidak beragama atau tidak memiliki kepercayaan tidak dapat dianggap sebagai bentuk kebebasan beragama. “Kewajiban mencatat agama tidak melanggar prinsip kebebasan beragama,” ujar Arief.
Pro dan Kontra di Kalangan Warga
Keputusan MK ini langsung menuai berbagai reaksi di media sosial. Generasi milenial dan Gen Z, yang aktif dalam diskusi online, memberikan tanggapan beragam. Ada yang mendukung langkah MK dengan alasan pentingnya menjaga identitas bangsa, sementara yang lain merasa bahwa kebijakan ini bisa mengekang kebebasan individu.
Seorang netizen dengan nama akun @freethinker2025 menulis, “Apa hubungannya agama dengan KTP? Identitas harus bebas dari tekanan religius!” Sebaliknya, pengguna lain, @proudindonesian, membalas, “Agama di KTP itu soal identitas nasional, bukan hanya soal pribadi.”
Langkah Ke Depan
Keputusan MK ini kembali mengingatkan bahwa Indonesia sebagai negara berdasarkan Pancasila mengutamakan prinsip Ketuhanan. Meski demikian, ruang diskusi tetap terbuka untuk menyikapi bagaimana aturan ini bisa lebih inklusif bagi semua warga negara.
Apakah ini akhir dari upaya judicial review terkait kolom agama? Atau langkah baru akan diambil oleh pihak lain di masa depan? Waktu akan menjawab. Yang jelas, kolom agama di KTP masih menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.
Keputusan MK ini adalah cerminan bagaimana hukum dan ideologi negara saling berkelindan. Dalam masyarakat yang terus berkembang, penting bagi semua pihak untuk tetap menjaga keseimbangan antara hak individu dan nilai-nilai kolektif bangsa.